Jumat, 10 Desember 2010

Kelompok Sosial, kepemimpinan dan kehidupan masyarakat


Kelompok-kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama, oleh karenannya adanya antarhubungan antar mereka. Untuk menamakan kelompok sosial diperlukan beberapa persyaratan antara lain kesadaran kelompok, interaksi sosial, organisasi sosial.
Ciri-ciri kelompok sosial menurut Charles H. Cooly membedakan kelompok berdasar susunan dan organisasi menjadi 2 yaitu pertama primary group (kelompok primer) dengan ciri-ciri terdapat interaksi sosial yang lebih erat antara anggota-anggotanya. Selain itu hubungannya bersifat irrasionil dan tidak didasarkan atas pamrih. Kedua secondary group/kelompok sekunder yang mempunyai ciri-ciri bahwa kelompok terbentuk atas dasar kesadaran dan kemauan dari para anggotanya.
Selain itu fungsi dari kelompok sekunder dalam kehidupan manusia adalah untuk mencapai salah satu tujuan tertentu dalam masyarakat dengan bersama secara obyek dan rasionil. Masih banyak lagi ciri-ciri dalam kelompok sosial yang di bagi atas berbagai kelompok seperti diantaranya kelompok tak resmi (informal group) dan kelompok resmi (formal group).
Masing-masing kelompok memiliki norma-norma yang berbeda. Oleh karena itu kadang-kadang orang harus bisa menyesuaikan norma antara kelompok yang satu dengan yang lain karena Perbedaan norma suatu ketika dapat menjadi pertentangan. Adapun macam-macam norma sosial diantaranya adalah norma kelaziman, kesusilaan, hukum, dan mode

Kepemimpinan
Adalah kemampuan dari
seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang lain itu bertingkah laku sesuai apa yang di kehendaki oleh pemimpin tersebut. Dalam setiap masalah kepemimpinan terdapat tiga unsur yaitu: unsur manusia, unsur sarana, unsur tujuan. Sedangkan ciri yang harus dimiliki oleh pemimpin adalah social perception (penglihatan sosial), ability in abstract thinking (kecerdasan yang tinggi), emotional stability (keseimbangan alam perasaan).

Faktor yang menentukan seseorang menjadi pemimpin menurut William Foote Whyte ada 4 faktor yaitu operasional leadership, popularity, the assumed representative. Klasifikasi kepemimpinan diantaranya adalah kepemimpinan otoriter, demokratis, kepemimpinan liberal. Fungsi kepemimpinan menurut Reven and Rubin menyebutkan 4 fungsi pemimpin :
1. Membantu menetapkan tujuan kelompok
2. Memelihara kelompok
3. Memberikan simbol untuk identifikasi
4. Mewakili kelompok terhadap kelompok lain
Kehidupan Masyarakat
Dalam era globalisasi sekarang ini, sosialisasi berlangsung terus-menerus tanpa henti pada tiap-tiap kelompok yang ada dalam pergaulan hidup. Dalam hal inilah kita bisa mengenali dengan nilai dan norma yang adadalam masyarakat.Dengan adanya nilai dan normasecara dini, diharapkan setiap individunya dapat berinteraksi dengan sebaik-baiknya. Maka dengan itu terciptalah hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat sekitar yang lainnya. Masyarakat dalam pengertiannya merupakan kesatuan hidup manusia yang saling berinteraksi satu sama lain menurut suatu adat tertentu yang bersifat terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Dalam hal demikianya masyarakat mempunyai ciri dan khas pribadi tertentu yang dimiliki diri sendiri.
Adapun aturan-aturan dan undang-undang yang mengatur setiap manusia menuju kepada kepentingan dan tujuan hidup mereka. Masyarakat menempati tinggal dalam waktu yang lama dan menempati suatu daerah tertentu yang bisa disebut sebagai habitat. Satu sama lain masyarakat mempunyai adanya interaksi yang saling berketergantungan. Adanya pola dan ikatan pada tingkah laku yang ada dalam setiap kehidupan masyarakat yang dimiliki.
Masyarakat bukanlah hanya sekedar dari manusia sekumpulan dari bagian manusia belaka. Tetapi setiap anggota masyarakat mempuunyai hubungan atau ikatan pertalian satu sama lainnya, serta paling tidak sebagai anggota masyarakat saling mempunyai kesadaraan terhadap keberadaan angota masyarakat lainnya. kesadaraan inilah yang bisa membuat adanya perubahan dalam suatu organisasi yang ada. Kesadaran yang baik akan membawa dampak dan hasil yang baik juga. Jadilah salah satu masyarakat yang memounyai kepribadian yang baik. sehingga hasil dan manfaat dapat dirasakan bagi kehidupan yang lainnya.

METODE-METODE SOSIOLOGI


METODE-METODE SOSIOLOGI
Dalam penelitian sosiologi, kita menggunakan dua metode, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif.
1. Metode Kualitatif
Metode ini mengutamakan cara kerja dengan menjabarkan data yang diperoleh. Metode ini dipakai apabila data hasil penelitian tidak dapat diukur dengan angka atau dengan ukuran lain yang bersifat eksak. Istilah penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Contohnya penelitian tentang kehidupan, riwayat, dan perilaku seseorang, di samping juga tentang peranan organisasi, pergerakan sosial, atau hubungan timbal balik. Sebagian datanya dapat dihitung sebagaimana data sensus, namun analisisnya bersifat kualitatif.
2. Metode Kuantitatif
Metode ini digunakan dalam penelitian yang analisis datanya mengutamakan keterangan berdasarkan angka-angka. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode ini adalah survei dan eksperimen. Gejala yang diteliti diukur dengan skala, indeks, tabel, atau formula-formula tertentu yang cenderung menggunakan uji statistik.
Di samping metode-metode tersebut, ada beberapa metode yang sering digunakan sosiologi untuk menelaah masyarakat didasarkan pada jenisnya. Metode-metode tersebut meliputi metode induktif, deduktif, fungsionalisme, empiris, dan rasionalistis.
1. Metode induktif adalah metode yang mempelajari suatu gejala khusus untuk mendapatkan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam lapangan yang lebih luas.
2. Metode deduktif adalah metode yang menggunakan proses yang berkebalikan dengan metode induktif, yaitu dimulai dengan kaidah-kaidah yang dianggap berlaku umum untuk kemudian dipelajari dalam keadaan yang bersifat khusus.
3. Metode fungsionalisme adalah metode yang bertujuan untuk meneliti fungsi lembaga kemasyarakatan dan struktur sosial dalam masyarakat. Metode ini memiliki gagasan pokok bahwa unsur-unsur yang membentuk masyarakat mempunyai hubungan timbal balik yang saling memengaruhi dan masing-masing mempunyai fungsi tersendiri dalam masyarakat.
4. Metode empiris adalah metode yang mendasarkan diri kepada keadaan-keadaan yang dengan nyata diperoleh dari dalam masyarakat.
5. Metode rasionalistis adalah metode yang mengutamakan penilaian dengan logika dan pikiran sehat untuk mencapai pengertian tentang kemasyarakatan.

( Apakah perbedaan antara metode kualitatif dan kuantitatif ? Beberapa perbedaan mendasar dari dua metode tersebut dapat kamu pahami pada tabel berikut ini )

INSTITUSI SOSIAL


INSTITUSI SOSIAL
A.Pengertian Pranata Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari istilah institution (menurut ilmu sosiologi berarti pranata) sering dipadankan dengan istilah institute (terjemahan dalam bahasa indonesia adalah lembaga). Berangkat dari kekeliruan inilah, maka penggunaan istilah-istilah ini dalam Bahasa Indonesia harus dibedakan secara tegas. Institution (pranata) adalah sistem norma atau aturan yang menyangkut suatu aktivitas masyarakat yang bersifat khusus. Sedangkan institute (lembaga) adalah badan atau organisasi yang melaksanakannya.
Menurut Horton dan Hunt (1987), yang dimaksud dengan pranata sosial adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting. Dengan kata lain, pranata sosial adalah sistem hubungan sosial yang terorganisir yang mengejawantahkan nilai-nilai serta prosedur umum yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat. Oleh karena itu, ada tiga kata kunci di dalam setiap pembahasan mengenai pranata sosial yaitu:
a.Nilai dan norma
b.Pola perilaku yang dibakukan atau yang disebut prosedur umum
c.Sistem hubungan, yakni jaringan peran serta status yang menjadi wahana untuk melaksanakan perilaku sesuai dengan prosedur umum yang berlaku.
Unsur-unsur dalam pranata sosial bukanlah individu-individu manusianya itu, akan tetapi kedudukan-kedudukan yang ditempati oleh para individu itu beserta aturan tingkah lakunya. Dengan demikian pranata sosial merupakan bangunan atau konstruksi dari seperangkat peranan-peranan dan aturan-aturan tingkah laku yang terorganisir. Aturan tingkah laku tersebut dalam kajian sosiologi sering disebut dengan istilah “norma-norma sosial”.

B.Tujuan dan Fungsi Pranata Sosial
Diciptakan pranata sosial pada dasarnya mempunyai maksud serta tujuan yang secara prinsipil tidak berbeda dengan norma-norma sosial, karena pranata sosial sebenarnya memang produk dari norma sosial.
Secara umum, tujuan utama diciptakannya pranata sosial, selain untuk mengatur agar kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi secara memadai, juga sekaligus untuk mengatur agar kehidupan sosial warga masyarakat bisa berjalan dengan tertib dan lancar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Sebagai contoh, pranata keluarga mengatur bagaimana keluarga harus memelihara anak. Sementara itu, pranata pendidikan mengatur bagaimana sekolah harus mendidik anak-anak hingga menghasilkan lulusan yang handal. Tanpa adanya pranata sosial, kehidupan manusia nyaris bisa dipastikan bakal porak-poranda karena jumlah prasarana dan sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia relatif terbatas, sementara jumlah warga masyarakat yang membutuhkan justru semakin lama semakin banyak.

C. Karakteristik Pranata Sosial
Dalam kehidupan masyarakat banyak ditemui pranata sosial, sehingga sering tidak mudah untuk membedakan antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, untuk pemahaman lebih lanjut perlu kiranya mengenali karakteristik umum dari pranata sosial yang dikemukakan oleh Gillin and Gillin, sebagai berikut: (Soemardjan dan Soemardi, 1964:67-70)
v Pranata sosial terdiri dari seperangkat organisasi daripada pemikiran-pemikiran dan pola-pola perikelakuan yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan. Karakteristik ini menegaskan kembali bahwa pranata sosial terdiri dari sekumpulan norma-norma sosial dan peranan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
v Pranata sosial itu relatif mempunyai tingkat kekekalan tertentu. Artinya, pranata sosial itu pada umumnya mempunyai daya tahan tertentu yang tidak lekas lenyap dalam kehidupan bermasyarakat.
v. Pranata sosial itu mempunyai tujuan yang ingin dicapai atau diwujudkan. Tujuan dasarnya adalah merupakan pedoman serta arah yang ingin dicapai. Oleh karena itu, tujuan akan motivasi ataupun mendorong manusia untuk mengusahakan serta bertindak agar tujuan itu dapat terwujud. Dengan tujuan inilah maka merangsang pranata sosial untuk dapat melakukan fungsinya.
v. Pranata sosial merupakan alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuannya. Alat-alat perlengkapan pranata sosial dimaksudkan agar pranata yang bersangkutan dapat melaksanakan fungsinya guna mencapai tujuan yang diinginkan.
v. Pranata sosial itu mempunyai dokumen, baik yang tertulis maupun tidak. Dokumen ini dimaksudkan menjadi suatu landasan atau pangkal tolak untuk mencapai tujuan serta melaksanakan fungsinya.

Teori Fungsionalisme


Teori Fungsionalisme
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisa substantif Spencer dan penggerak analisa fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana didalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern. Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai pengaruh kuat adalah :
·         Visi substantif mengenai tindakan sosial dan
·         Strateginya dalam menganalisa struktur sosial.
Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam perkembangan pemikiran Parsons dalam menjelaskan mengenai tindakan aktor dalam menginterpretasikan keadaan.
Perkembangan Teori Struktural Fungsional
Hingga pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang dominan dalam perspektif sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott Parsons dan Robert Merton dibawah pengaruh tokoh – tokoh yang telah dibahas diatas. Sebagai ahli teori yang paling mencolok di jamannya, Talcott Parson menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yang ia gulirkan. Parson berhasil mempertahankan fungsionalisme hingga lebih dari dua setengah abad sejak ia mempublikasikan The Structure of Social Action pada tahun 1937. Dalam karyanya ini Parson membangun teori sosiologinya melalui “analytical realism”, maksudnya adalah teori sosiologi harus menggunakan konsep-konsep tertentu yang memadai dalam melingkupi dunia luar. Konsep-consep ini tidak bertanggungjawab pada fenomena konkrit, tapi kepada elemen-elemen di dallamnya yang secara analitis dapat dipisahkan dari elemen-elemen lainnya. Oleh karenanya, teori harus melibatkan perkembangan dari konsep-konsep yang diringkas dari kenyataan empiric, tentunya dengan segala keanekaragaman dan kebingungan-kebingungan yang menyertainya. Dengan cara ini, konsep akan mengisolasi fenomena yang melekat erat pada hubungan kompleks yang membangun realita sosial. Keunikan realism analitik Parson ini terletak pada penekanan tentang bagaimana konsep abstrak ini dipakai dalam analisis sosiologi. Sehingga yang di dapat adalah organisasi konsep dalam bentuk sistem analisa yang mencakup persoalan dunia tanpa terganggu oleh detail empiris. Sistem tindakan diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang terkenal. Parson meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency. Sistem tindakan hanya akan bertahan jika memeninuhi empat criteria ini. Dalam karya berikutnya , The Sociasl System, Parson melihat aktor sebagai orientasi pada situasi dalam istilah motivasi dan nilai-nilai. Terdapay berberapa macam motivasi, antara lain kognitif, chatectic, dan evaluative. Terdapat juga nilai-nilai yang bertanggungjawab terhadap sistem sosoial ini, antara lain nilai kognisi, apresiasi, dan moral. Parson sendiri menyebutnya sebagai modes of orientation. Unit tindakan olehkarenaya melibatkan motivasi dan orientasi nilai dan memiliki tujuan umum sebagai konsekuensi kombinasi dari nilai dan motivasi-motivasi tersebut terhadap seorang aktor.